Imam 'Ashim: Ulama Qira’at yang Menjadi Teladan bagi Generasi Berikutnya

 
Ilustrasi (Bing AI)
Imam 'Ashim bin Abi al-Najud al-Asadi al-Kufi adalah salah seorang ulama, cendekiawan, dan mufassir yang hidup pada abad ke-8 Masehi. Ia termasuk dalam tujuh imam qira’at yang paling terkenal dan diakui oleh umat Islam. Ia juga termasuk dalam generasi tabi’in, yaitu orang-orang yang bertemu dengan para sahabat Nabi Muhammad SAW.

Imam 'Ashim memiliki kisah yang menarik dan menginspirasi dalam perjalanan intelektual dan spiritualnya. Ia belajar Al-Qur’an dari beberapa guru yang berbeda, dan menguasai berbagai ilmu, seperti hadits, fiqih, bahasa, dan sastra. Ia juga mengajar Al-Qur’an di masjid Agung Kufah, dan menjadi rujukan bagi banyak ulama dan penuntut ilmu.

Imam 'Ashim lahir dari keluarga yang terpandang dan berilmu. Nama ayahnya adalah Abi al-Najud, dan nama ibunya adalah Bahdalah. Nama panggilannya adalah Abu Bakar. Ia berasal dari marga al-Asadi, yang merupakan keturunan dari salah satu kabilah Arab yang besar. Ia tinggal di kota Kufah, yang merupakan salah satu pusat ilmu dan peradaban Islam pada masa itu.

Imam 'Ashim mulai belajar Al-Qur’an dari usia muda. Ia belajar dari tiga guru utama, yaitu Abu Abdurrahman al-Sulami, Zir bin Hubaish, dan Sa’ad bin Ilyas al-Syaibani. Ketiga guru ini adalah para sahabat yang mendengar langsung bacaan Al-Qur’an dari Nabi Muhammad SAW atau dari para sahabat yang lain. Dengan demikian, Imam 'Ashim memiliki sanad yang tinggi dan kuat dalam ilmu qira’at.

Imam 'Ashim tidak hanya belajar Al-Qur’an, tetapi juga berbagai ilmu lainnya. Ia belajar hadits dari Imam Malik bin Anas, Imam Sufyan ats-Tsauri, dan Imam Hammad bin Salamah. Ia belajar fiqih dari Imam Abu Hanifah, Imam Abu Yusuf, dan Imam Muhammad bin al-Hasan. Ia belajar bahasa dan sastra dari Imam al-Akhfash, Imam al-Khalil, dan Imam al-Farra. Ia juga belajar ilmu-ilmu lainnya, seperti nahwu, balaghah, logika, dan sejarah.

Imam ‘Ashim tidak hanya belajar, tetapi juga mengajar. Ia mengajar Al-Qur’an di masjid Agung Kufah, dan menjadi masyikhah iqra’, yaitu orang yang berwenang untuk mengajarkan bacaan Al-Qur’an. Ia mengajar dengan cara yang mudah, jelas, dan menarik. Ia juga mengajar dengan cara yang teliti, disiplin, dan tegas. Ia tidak segan-segan untuk membetulkan kesalahan bacaan murid-muridnya, bahkan jika mereka adalah ulama-ulama besar.

Imam 'Ashim memiliki banyak murid yang belajar Al-Qur’an darinya. Dua di antaranya adalah yang paling terkenal, yaitu Hafsh bin Sulaiman dan Syu’bah bin 'Iyash. Keduanya adalah murid senior Imam 'Ashim, yang mewarisi bacaan Al-Qur’an darinya. Namun, mereka memiliki bacaan yang berbeda, karena Imam 'Ashim memberikan bacaan yang berbeda kepada mereka. Imam 'Ashim memberikan bacaan yang ia peroleh dari Abu Abdurrahman al-Sulami kepada Hafsh, dan bacaan yang ia peroleh dari Zir bin Hubaish kepada Syu’bah.

Imam ‘Ashim adalah seorang ulama yang sangat mencintai Al-Qur’an. Ia membaca Al-Qur’an setiap hari, baik di dalam maupun di luar shalat. Ia membaca Al-Qur’an dengan suara yang indah, tajwid yang benar, dan makna yang mendalam. Ia juga mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupannya. Ia dikenal sebagai orang yang zuhud, wara’, dan sabar. Ia juga dikenal sebagai orang yang dermawan, ramah, dan adil.

Imam 'Ashim wafat pada tahun 127 H atau 745 M, dalam usia sekitar 70 tahun. Ia dimakamkan di kuburan Imam Syafi’i, di kota Kufah. Ia mendapatkan pujian dan penghormatan dari banyak orang, baik dari guru-gurunya, murid-muridnya, maupun dari ulama-ulama lainnya. Ia menjadi teladan bagi generasi berikutnya, yang mengikuti jejak dan warisannya dalam ilmu qira’at.

Itulah kisah Imam 'Ashim, ulama qira’at yang menjadi teladan bagi generasi berikutnya. Semoga dengan ini kita semakin mengenal dan menghargai karya-karya ulama Islam, khususnya dalam bidang ilmu qira’at.