Cinta Sejati kepada Allah: Mengikuti Jalan Rasulullah sebagai Bukti Ketaatan
![]() |
| Ilustrasi : Pinterest |
Abu Thalib Al-Makki, dalam kitab Qutul Qulub, mengungkapkan bahwa cinta kepada Allah merupakan tingkatan tertinggi yang dicapai oleh orang-orang yang benar-benar mengenal-Nya (arifin). Cinta ini adalah anugerah dari Allah yang diberikan kepada hamba-hamba yang ikhlas dan tulus dalam beribadah. Bagi mereka yang mencintai Allah, cinta ini memiliki keutamaan yang sangat agung dan menjadi puncak dari segala amal ibadah serta kebaikan. Al-Qur'an Surat Ali Imran ayat 31 menegaskan bahwa tanda cinta sejati kepada Allah adalah dengan mengikuti ajaran Nabi Muhammad, yang meliputi pelaksanaan perintah dan menjauhi larangan yang disyariatkan.
Dalam ayat tersebut, Allah menguji klaim beberapa kaum yang mengaku mencintai-Nya, sehingga menunjukkan bahwa cinta kepada Allah harus dibuktikan melalui tindakan nyata. Mengikuti Rasulullah tidak hanya berarti mengakui cintanya secara lisan, tetapi juga menerapkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, seseorang menunjukkan keseriusannya dalam mencintai Allah. Ini menjadi landasan penting bahwa tidak ada cinta yang sah tanpa tindakan nyata dalam beribadah.
Lebih lanjut, Syekh Abu Thalib Al-Makki menjelaskan bahwa cinta kepada Allah memiliki banyak tingkatan. Semakin dekat seseorang dengan Allah, semakin besar pula cinta yang dapat dirasakan. Cinta ini tidak sama untuk setiap orang; ada yang memiliki cinta yang lebih besar dan ada yang lebih kecil. Al-Qur'an juga menyoroti perbedaan kadar cinta ini, menunjukkan bahwa orang yang beriman memiliki kecintaan yang lebih mendalam kepada Allah dibandingkan dengan orang-orang lain. Ini menunjukkan bahwa tingkat ketakwaan seseorang sangat berpengaruh terhadap kedudukan mereka di sisi Allah.
Cinta sejati kepada Allah dan Rasul-Nya juga berimplikasi pada pengampunan dan rahmat dari Allah. Allah berjanji akan mencintai dan mengampuni orang-orang yang mengikuti jalan-Nya dan melaksanakan ajaran Rasulullah. Dalam konteks ini, cinta kepada Allah tidak hanya melibatkan aspek spiritual, tetapi juga praktis, di mana pengamalan syariat Islam menjadi bukti cinta yang tulus. Dengan kata lain, mengikuti syariat Nabi Muhammad adalah manifestasi cinta yang sejati, yang mencerminkan kepatuhan dan ketundukan kepada ajaran-Nya.
Akhirnya, hubungan antara cinta hamba kepada Allah dan cinta Allah kepada hamba-Nya sangat erat dan saling melengkapi. Ketaatan seorang hamba kepada Allah mencerminkan cinta yang mendalam, yang pada gilirannya menghasilkan kasih sayang dan pengampunan dari Allah. Dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya serta menjalankan ajaran-ajarannya, seorang hamba akan merasakan kebahagiaan dan kedamaian sejati. Oleh karena itu, cinta kepada Allah tidak hanya diucapkan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata, menjadikannya sebagai inti dari kehidupan seorang Muslim.
